A.
PERKEMBANGAN
SOSIAL
Kemampuan anak untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta berbagai pengalaman yang
bersifat positif selama anak melakukan berbagai aktivitas sosial merupakan
modal dasar yang amat penting bagi anak untuk mencapai kehidupan yang sukses
dan menyenangkan pada waktu yang akan datang atau meningkat dewasa. Segala
sesuatu yang diperoleh anak semasa kecil mereka akan memetik hasilnya pada
waktu dewasa kelak. Sekalipun demikian semuanya itu tidak datang begitu saja,
namun juga perlu pelajaran dan pengalaman sehingga anak dapat belajar dari orang-orang
yang terdekat dengannya; antara lain dari orang tua, ayah, dan ibu,
sudara-saudaranya, dan tetangganya.
Perilaku dan kebiasaan orang tua harus
merupakan contoh atau model maupun teladan yang selalu ditiru dan dibanggakan
oleh anaknya. Hal tersebut dilakukan oleh anak semenjak dia usia balita yang
suka meniru apa saja yang dia lihat dari tindak tanduk orang tua, cara bergaul
orang tua, cara berbicara atau berinteraksi di lingkungan sekitar, cara orang
tua menghadapi teman, tamu dan sebagainya, selalu mendapat perhatian anak dan
kemudian menirunya.
1.
Ganjaran
atau Hadiah
Ganjaran
atau hadiah adalah berbagai bentuk apresiasi atau penghargaan terhadap suatu
prestasi yang telah dicapai oleh suatu atau sekelompok anak dalam aktivitas
tertentu. Pada umumnya hadiah atau ganjaran diberikan setelah anak mencapai
prestasi atau menghasilkan sesuatu yang dapat dibanggakan baik oleh teman,
guru, orang tua dan dirinya sendiri.
Sebetulnya
dilihat dari urgensinya, hadiah dan hukuman sama pentingnya bagi pembinaan
pribadi dan karier anak terlebih-lebih untuk pembentukan perilaku anak yang
harus dilakukan secara terus menerus dan konsisten (ajeg).
Terdapat tiga fungsi
hadiah yang sangat penting dalam pendidikan:
a.
Memiliki
nilai pendidikan
Di
samping merupakan suatu benda nyata, hadiah juga mempunyai makna, anak akan
segera mengetahui apabila dia menerima hadiah dari orang tua atau guru, ia
dapat menginterpretasikan bahwa dia telah dapat berbuat baik yang dapat
menyenangkan orang tua atau gurunya.
Demikian
pula halnya dengan hukuman. Anak dapat menyadari atas perbuatan dan perilakunya
yang baik dan yang tidak baik.
b.
Memberikan
fungsi motivasi kepada anak
Fungsi
kedua hadiah adalah agar dapat memberikan motivasi kepada anak untuk mau
mengulangi perilaku yang dapat diterima bahkan dapat ditingkatkan lebih baik
lagi. Di samping itu, hadiah juga dapat mendorong anak untuk mencapai prestasi
lebih tinggi lagi.
c.
Memperkuat
perilaku
Hadiah
yang diberikan kepada anak juga berfungsi untuk memperkuat perilaku anak yang
dapat diterima lingkungannya. Ini bearati menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan
diri dan pemahaman bahwa sesuatu yang dilakukan tersebut betul dan diakuai
kebenarananya oleh lingkungan setempat. Dengan kata lain dengan pemberian
hadiah dapat menimbulkan berbagai sikap dan perilaku serta motivasi positif
yang sangat penting bagi pertumbuhan anak.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadiah
dan hukuman merupakan dua unsure penting untuk belajar perilaku anak yang dapat
diterima oleh lingkungan sekitarnya.
2.
Hukuman
Hukuman merupakan sangsi fisik maupun
psikis terhadap suatu kesalahan atau pelanggaran yang dilakuan oleh anak dengan
sengaja. Dalam hubungan ini sukar menentukan sutu kesalahan yang dibuat oleh
anak kecil, apakah kesalahan tersebut dilakukan dengan sengaja atau tidak.
Kesukaran tersebut disebabkan belum adanya pemahaman pada anak terhadap
“moral”. Seiring dengan bertambahnya usia, anak dapat membedakan norma dalam
masyarakat, jadi kesadaran anak makin meningkat. Oleh karena itu terhadap anak
yang sudah besar dapat diasumsikan bahwa apabila mereka berbuat suatu kesalahan
yang disengaja, maka harus bersedia menerima hukuman.
a.
Fungsi
hukuman
1) Fungsi
Restriktif
Dengan
diberikannya suatu hukuman terhadap anak bearti bahwa pengulangan perilaku yang
tidak diharapkan dalam masyarakat tigak akan terjadi lagi. Nilai restriktif
juga dapat berfungsi sebagai pembatasan agar anak tidak mengulangi perbuatan
krsalahan yang sama pada kemudian hari. Sekalipun demikian sebaiknya orang tua
tidak selalu mengurangi keberanian untuk berbuat sesuatu.
2) Hukuman
sebagai fungsi pendidikan
Dalam
kaitannya dengan pendidikan tindakan orang tua yang paling utama adalah
memberikan penjelasan kepada anak tentang pemahaman adanya peraturan yang
berkaitan dengan perbuatan salah atau benar.
Apabila
anak berbuat salah orang tua harus segera menegur dan menjelaskan mengapa
perbuatab tersebut salah, dan kemudian diberitahu bagaimana seharusnya tindakan
semacam itu benar. Tindakan semacam ini dilakukan oleh orang tua terhadap
perilaku yang mungkin dapat berupa kesalahan atau kebenaran yang sering kali
kurang dipahami oleh anak. Dengan kata lain, fungsi pendidikan tersebut selalu
mendorong agar anak sedapat mungkin berbuat benar dan sekecil mungkin melakukan
kesalahan.
3) Hukuman
sebagai penguat motivasi
Motivasi
memegang peranan penting bagi kehidupan anak lebih-lebih anak yang meningkat
usia remaja. Oleh karena itu hukuman yang diberikan kepada anak dapat berfungsi
memperkuat motivasi terutama bertalian dengan perilaku yang bersifat negative
yang tidak diharapkan oleh orang tua maupun gurunya. Sebaiknya pemberian
hukuman di samping dimarahi juga sekaligus diberikan pengarahan atau nasihat
yang dapat merupakan “hadiah” moril dan motivasi bagi anak untuk dapat
berperilaku yang diharapkan.
b.
Syarat-syarat
Hukuman
Beberapa syarat hukuman
yang harus diperhatikan oleh orang tua atau guru apabila hendak menjatuhkan
hukuman kepada anak-anak yaitu:
1) Sebaiknya
hukuman segera diberikan kepada anak yang berbuat kesalahan dan patut
mendapatkan hukuman. Dengan demikian anak dapat segera melihat kaitan antara
kesalahan dengan hukuman yang diterima, sehingga dapat memahami dan dapat
menerima hukuman yang diterima.
2) Diberikan
secara konsisten. Jenis hukuman harus diberikan terhadap pelanggaran yang
serupa dan diberikan secara konsisten.
3) Hukuman
yang diberikan harus bersifat konstruktif. Tujuan pemberian hukuman tersebut
adalah untuk membina dan mengadakan perubahan perilaku anak. Oleh karena itu,
jenis hukuman harus dapat menyadarkan anak bahwa pendidikan yang dilakukan
adalah salah, sehingga dengan hukuman tersebut anak dapat memotivasi dirinya
untuk merubah perilakunya dan berbuat kebaikan sesuai dengan norma-norma yang berlaku
dalam kelompoknya.
4) Hukuman
yang diberikan bersifat impressional. Sebagaimana dimaksud dengan tujuan di
atas, maka hukuman yang diberikan jangan ditujukan kepada pribadi anak, akan
tetapi untuk mengubah perilaku anak dengan maksud agar tidak mengulangi
perbuatan yangsalah tearsebut dikemudian hari.
5) Dalam
memberikan hukuman harus disertai alasan. Alasan pemberian hukuman amat penting
bagi pemberi terlebih penerima hukuman. Sebab dengan alasan tersebut penerima
hukuman dapat berlaku adil dan bersifat objektif dalam menerapkan hukuman
kepada anak. Demikian pula bagi penerima hukuman akan merasa puas atas
perlakuan orang tua atau gurunya sebagai pemberi hukuman bahkan merasakan ada
perhatian terhadap dirinya untuk berperilaku baik dan terpuji serta dapat diterima
di lingkungan atau kelompoknya.
6) Hukuman
dapat dipergunakan sebagai alat mengembangkan hati nurani anak, sehingga suatu
saat anak dapat mengembangkan control dari dalam dirinya sendiri. Pada saat
akan berbuat salah anak selalu ingat akan hukuman yang pernah diterima. Dan
janjinya untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dikemudian hari. Cara
demikian akan makin terpupuk apabila anak berusaha untuk berperilaku baik dan
bercita-cita tinggi untuk mengurangi bahkan menghilangkan perilaku negatife
yang tidak dapat diterima pada kelompoknya.
7) Hukuman
diberikan pada tempat dan waktu yang tepat,
sehingga anak tidak merasa malu terhadap teman atau kelompoknya. Oleh
karena itu, hukuman jangan diberikan di muka umum, sebaiknya diberikan di
tempat yang “aman”. Di samping tidak mempermalukan anak terhadap orang lain,
anak akan lebih dapat meresapkan nasihat atau pengarahan dari orang tua atau
gurunya.
B.
PERKEMBANGAN
MORAL DAN SIKAP
1.
Proses
pembentukan perilaku moral dan sikap:
a.
Imitasi (Imitation)
Imitasi
berarti peniruan sikap, cara pandang serta tingkah laku orang lain yang
dilakukan secara sengaja oleh anak. Dengan demikian proses tindakan yang
dilakukan berbeda dengan identifikasai yang berlangsung tanpa disadari oleh
anak.
Pada
umumnya anak mulai mengadakan imitasi atau peniruan sejak usia 3 tahun, yaitu
meniru perilaku orang lain yang aada disekitarnya. Anak perempuan meniru
perilaku ibu, kakak perempuan dan orang lain dirumah, demikian pula anak
laki-laki suka meniru perilaku ayah, kakak atau tetangganya yang sering
dijumpai disekitarnya. Sering kali anak tidak hanya meniru perilaku misalnya
gerak tubuh rasa senang atau tidak senang, sikap orang tua terhadap agama,
politik,hobi,dll.
Menurut
hasil penelitian psikoligi berdasarkan tes psikologi yang diberikan pada anak,
dinyatakan bahwa secara nyata anak yang menolak orang tuanya memang tidak
meniru pereilaku orang tuanya akan tetapi dengan tanpa disadari anak meniru
sikap orang tuanya yang dapat mempengaruhi perilaku anak tersebut.
b.
Internalisasi
Internalisasi
adalah suatu proses yang merasuk pada diri seseorang(anak) karena pengaruh
sosial yang paling mendalam dan paling langgeng dalam kehidupan orang tersebut.
Suatu nilai, norma atau sikap semacam itu selalu dianggap benar. Begitu nilai,
norma atau nilai tersebut terinternalisasi pada diri anak sukar dirubah dan
menetap dalam waktu yang cukup lama.
Dalam
internalisasi tersebut factor yang paling penting adalah adanya keyakinan dan
kepercayaan pada diri individu atau anak tersebut terhadap pandangan atau nilai
tertentu dari orang lain, orang tua, kakak, atau kelompok lain dalam pergaulan
sehari-hari.
c.
Introvert dan Ekstrovert
Introvert
adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya,
minat, sikap atau keputusan-keputusan yang diambil selalu berdasarkan pada
perasaan, pemikiran, dan pengalamannya sendiri. Orang-orang yang
berkecenderungan introvert biasanya bersifat pendiam dan kurang bergaul
bahkan seakan-akan tidak memerlukan bantuan orang lain, karena kebutuhannya
dapat dipenuhi sendiri.
Sedangkan
ekstrovert adalah kecenderungan seseorang untuk mengarahkan perhatian
keluar dirinya, sehingga segala minat, sikap dan keputusan-keputusan yang
diambil lebih banyak ditentukan oleh orang lain atau berbagai peristiwa yang
terjadi di luar dirinya. Orang yang memiliki kecenderungan ekstrovert
biasanya mudah bergaul, ramah, aktif, banyak berinisiatif serta banyak teman.
d.
Kemandirian
Kemandirian
adalah kemampuan seseorang untuk berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain baik
dalam bentuk material maupun moral. Sedangkan pada anak, pengertian atau
istilah kemandirian sering kali dikaitkan dengan kemampuan anak untuk melakukan
segala sesuatu berdasarkan kekuatan sendiri tanpa bantuan orang dewasa.
Pada
umumnya kemandirian tidak hanya dikaitkan dengan tindakan atau perbuatan yang
bersifat fisik, akan tetapi juga berkaitan dengan sikap psikologis.
Dasar
kemandirian adalah adanya rasa percaya diri seseorang untuk menghadapi sesuatu
dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pada anak rasa percaya diri ini selalu
berkembang sesuai dengan bertambahnya usia dan pengalaman serta bimbingan dari
orang dewasa. Segala perilaku anak atau sikap positif dalam menghadapi sesuatu
biasanya timbul mulai saat berpisah dengan orang dewasa, ingin mengetahui
sesuatu, dan tumbuhnya rasa kesadaran pada dirinya bahwa dia harus berbuat
sesuatu tanpa tergantung pada orang lain.
e.
Ketergantungan
Anak-anak usia 6-12 tahun, karena
kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada orang tua atau orang dewasa lain,
terutama yang masih ada hubungan keluarga. Akan tetapi karena bertambahnya usia
dan perkembangan jasmani dan rohaninya, ketergantungan tersebut makin
berkurang, dan timbullah rasa ingin mandiri. Rasa mandiri tersebut terus
berkembang secara wajar, kecuali bagi anak yang mengalami hambatan fisik atau
mental yang dapat menyebabkan anak tersebut terbelakang.
Ketergantungan atau overdependency tersebut ditandai dengan perilaku anak yang
bersifat “kekanak-kanakan”, perilakunya tidak sesuai dengan anak lain yang
sebaya usianya. Dengan kata lain anak tersebut memiliki ketidakmandirian, yang
mencakup fisik atau mental dan perilakunya berlainan dangan anak “normal”.
f.
Bakat
Bakat atau aptitude merupakan
potensi dalam diri seseorang yang dengan adanya rangsangan tertentu
memungkinkan orang tersebut dapat mencapai suatu tingkat kecakapan, pengetahuan
dan keterampilan khusus yang sering kali malebihi orang lain.
Pada umumnya orang yang memiliki bakat
khusus tersebut dengan berlatih secara sederhana yang sama tingkatnya dengan
orang lain, dia dapat lebih cepat dari pada orang yang tidak memiliki bakat
tersebut.
Bakat juga terdapat semenjak masa
kanak-kanak. Aktivitas anak sudah dapat mencerminkan bakat tertentu. Menurut
ilmu pengetahuan, terdapat dua jenis bakat yang dimiliki dan dapat dikembangkan
yaitu:
1) Bakat
yang berhubungan dengan kemahiran atau kemampuan mengenai suatu bidang
pekerjaan khusus. Contoh: orang yang berbakat dagang, menulis atau menyusun
karangan dan sebagainya. Bakat semacam ini disebut juga vocational aptitude.
2) Bakat
yang diperlukan untuk berhasil dalam tipe pendidikan tertentu atau pendidikan
khusus. Misalnya bakat melihat ruang (dimensi) yang diperlukan oleh seorang
arsitek. Bakat semacam ini disebut juga dengan scholastic aptitude.
Bakat
bukanlah suatu trail, melainkan merupakan suatu kelompok sifat yang membentuk
kemampuan khusus. Kelompok sifat-sifat tertentu membentuk kemampuan-kemampuan
yang berjenjang sesuai dengan kekuatan kepekaannya.
Sekolah
harus selalu berusaha mengembangkan bakat yang terdapat pada anak didik.
Terdapat berbagai cara atau metode untuk dapat mengembangkan bakat anak
tersebut, antara lain:
1) Memperkaya
anak dengan berbagai macam pengalaman, dan selanjutnya memperdalam pengalaman
tersebut sesuai dengan kemampuannya.
2) Mendorong
(encourage) dan merangsang anak untuk mengembangkan semua minatnya.
3) Memberikan
ganjaran dan pujian terhadap hasil usaha anak agar anak merasakan mendapat
perhatian atas hasil karyanya.
4) Menyediakan
sarana dan prasarana yang cukup agar bakat anak dapat diaktualisasikan.
5) Apabila
orang tua belum mengetahui bakat anak yang sesungguhnya, terlebih dahulu kepada
anak dipilihkan bidang yang bersifat umum, selanjutnya setingkat demi setingkat
diarahkan kepada suatu bakat khusus.
Terdapat tiga faktor utama yang dapat
mempengaruhi tampilnya bakat anak, yaitu:
1)
Faktor
motivasi
Faktor
motivasi sangat berhubungan dengan daya juang anak untuk mencapai suatu sasaran
tertentu. Apabila orang tua atau guru kurang memberikan motivasi kepada anak,
perkembangan bakat anak tidak dapat lancar, bahkan mungkin tidak akan tampil
sebagaimana mestinya.
2)
Faktor
nilai atau value
Faktor
ini berkaitan dengan bagaimana seseorang member arti terhadap hasil pekerjaan
yang sesuai dengan bakatnya.
3)
Konsep
diri
Anak
yang memiliki konsep diri positif selalu berusaha berinteraksi secara timbal
balik dengan sukses yang merupakan aktualisasi bakatnya. Anak yang memiliki
konsep diri yang positif tersebut selalu merasa yakin atas suatu yang sedang
dikerjakannya.