Sabtu, 25 Februari 2012

Perkembangan Sosial, Moral dan Sikap

A.          PERKEMBANGAN SOSIAL
Kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta berbagai pengalaman yang bersifat positif selama anak melakukan berbagai aktivitas sosial merupakan modal dasar yang amat penting bagi anak untuk mencapai kehidupan yang sukses dan menyenangkan pada waktu yang akan datang atau meningkat dewasa. Segala sesuatu yang diperoleh anak semasa kecil mereka akan memetik hasilnya pada waktu dewasa kelak. Sekalipun demikian semuanya itu tidak datang begitu saja, namun juga perlu pelajaran dan pengalaman sehingga anak dapat belajar dari orang-orang yang terdekat dengannya; antara lain dari orang tua, ayah, dan ibu, sudara-saudaranya, dan tetangganya.
Perilaku dan kebiasaan orang tua harus merupakan contoh atau model maupun teladan yang selalu ditiru dan dibanggakan oleh anaknya. Hal tersebut dilakukan oleh anak semenjak dia usia balita yang suka meniru apa saja yang dia lihat dari tindak tanduk orang tua, cara bergaul orang tua, cara berbicara atau berinteraksi di lingkungan sekitar, cara orang tua menghadapi teman, tamu dan sebagainya, selalu mendapat perhatian anak dan kemudian menirunya.
1.      Ganjaran atau Hadiah
Ganjaran atau hadiah adalah berbagai bentuk apresiasi atau penghargaan terhadap suatu prestasi yang telah dicapai oleh suatu atau sekelompok anak dalam aktivitas tertentu. Pada umumnya hadiah atau ganjaran diberikan setelah anak mencapai prestasi atau menghasilkan sesuatu yang dapat dibanggakan baik oleh teman, guru, orang tua dan dirinya sendiri.
Sebetulnya dilihat dari urgensinya, hadiah dan hukuman sama pentingnya bagi pembinaan pribadi dan karier anak terlebih-lebih untuk pembentukan perilaku anak yang harus dilakukan secara terus menerus dan konsisten (ajeg).

Terdapat tiga fungsi hadiah yang sangat penting dalam pendidikan:
a.      Memiliki nilai pendidikan
Di samping merupakan suatu benda nyata, hadiah juga mempunyai makna, anak akan segera mengetahui apabila dia menerima hadiah dari orang tua atau guru, ia dapat menginterpretasikan bahwa dia telah dapat berbuat baik yang dapat menyenangkan orang tua atau gurunya.
Demikian pula halnya dengan hukuman. Anak dapat menyadari atas perbuatan dan perilakunya yang baik dan yang tidak baik.

b.      Memberikan fungsi motivasi kepada anak
Fungsi kedua hadiah adalah agar dapat memberikan motivasi kepada anak untuk mau mengulangi perilaku yang dapat diterima bahkan dapat ditingkatkan lebih baik lagi. Di samping itu, hadiah juga dapat mendorong anak untuk mencapai prestasi lebih tinggi lagi.

c.       Memperkuat perilaku
Hadiah yang diberikan kepada anak juga berfungsi untuk memperkuat perilaku anak yang dapat diterima lingkungannya. Ini bearati menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri dan pemahaman bahwa sesuatu yang dilakukan tersebut betul dan diakuai kebenarananya oleh lingkungan setempat. Dengan kata lain dengan pemberian hadiah dapat menimbulkan berbagai sikap dan perilaku serta motivasi positif yang sangat penting bagi pertumbuhan anak.
 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadiah dan hukuman merupakan dua unsure penting untuk belajar perilaku anak yang dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya.

2.         Hukuman
Hukuman merupakan sangsi fisik maupun psikis terhadap suatu kesalahan atau pelanggaran yang dilakuan oleh anak dengan sengaja. Dalam hubungan ini sukar menentukan sutu kesalahan yang dibuat oleh anak kecil, apakah kesalahan tersebut dilakukan dengan sengaja atau tidak. Kesukaran tersebut disebabkan belum adanya pemahaman pada anak terhadap “moral”. Seiring dengan bertambahnya usia, anak dapat membedakan norma dalam masyarakat, jadi kesadaran anak makin meningkat. Oleh karena itu terhadap anak yang sudah besar dapat diasumsikan bahwa apabila mereka berbuat suatu kesalahan yang disengaja, maka harus bersedia menerima hukuman.
a.    Fungsi hukuman
1)   Fungsi Restriktif
Dengan diberikannya suatu hukuman terhadap anak bearti bahwa pengulangan perilaku yang tidak diharapkan dalam masyarakat tigak akan terjadi lagi. Nilai restriktif juga dapat berfungsi sebagai pembatasan agar anak tidak mengulangi perbuatan krsalahan yang sama pada kemudian hari. Sekalipun demikian sebaiknya orang tua tidak selalu mengurangi keberanian untuk berbuat sesuatu.

2)   Hukuman sebagai fungsi pendidikan
Dalam kaitannya dengan pendidikan tindakan orang tua yang paling utama adalah memberikan penjelasan kepada anak tentang pemahaman adanya peraturan yang berkaitan dengan perbuatan salah atau benar.
Apabila anak berbuat salah orang tua harus segera menegur dan menjelaskan mengapa perbuatab tersebut salah, dan kemudian diberitahu bagaimana seharusnya tindakan semacam itu benar. Tindakan semacam ini dilakukan oleh orang tua terhadap perilaku yang mungkin dapat berupa kesalahan atau kebenaran yang sering kali kurang dipahami oleh anak. Dengan kata lain, fungsi pendidikan tersebut selalu mendorong agar anak sedapat mungkin berbuat benar dan sekecil mungkin melakukan kesalahan.

3)   Hukuman sebagai penguat motivasi
Motivasi memegang peranan penting bagi kehidupan anak lebih-lebih anak yang meningkat usia remaja. Oleh karena itu hukuman yang diberikan kepada anak dapat berfungsi memperkuat motivasi terutama bertalian dengan perilaku yang bersifat negative yang tidak diharapkan oleh orang tua maupun gurunya. Sebaiknya pemberian hukuman di samping dimarahi juga sekaligus diberikan pengarahan atau nasihat yang dapat merupakan “hadiah” moril dan motivasi bagi anak untuk dapat berperilaku yang diharapkan.

b.    Syarat-syarat Hukuman
Beberapa syarat hukuman yang harus diperhatikan oleh orang tua atau guru apabila hendak menjatuhkan hukuman kepada anak-anak yaitu:
1)      Sebaiknya hukuman segera diberikan kepada anak yang berbuat kesalahan dan patut mendapatkan hukuman. Dengan demikian anak dapat segera melihat kaitan antara kesalahan dengan hukuman yang diterima, sehingga dapat memahami dan dapat menerima hukuman yang diterima.
2)      Diberikan secara konsisten. Jenis hukuman harus diberikan terhadap pelanggaran yang serupa dan diberikan secara konsisten.
3)      Hukuman yang diberikan harus bersifat konstruktif. Tujuan pemberian hukuman tersebut adalah untuk membina dan mengadakan perubahan perilaku anak. Oleh karena itu, jenis hukuman harus dapat menyadarkan anak bahwa pendidikan yang dilakukan adalah salah, sehingga dengan hukuman tersebut anak dapat memotivasi dirinya untuk merubah perilakunya dan berbuat kebaikan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kelompoknya.
4)      Hukuman yang diberikan bersifat impressional. Sebagaimana dimaksud dengan tujuan di atas, maka hukuman yang diberikan jangan ditujukan kepada pribadi anak, akan tetapi untuk mengubah perilaku anak dengan maksud agar tidak mengulangi perbuatan yangsalah tearsebut dikemudian hari.
5)      Dalam memberikan hukuman harus disertai alasan. Alasan pemberian hukuman amat penting bagi pemberi terlebih penerima hukuman. Sebab dengan alasan tersebut penerima hukuman dapat berlaku adil dan bersifat objektif dalam menerapkan hukuman kepada anak. Demikian pula bagi penerima hukuman akan merasa puas atas perlakuan orang tua atau gurunya sebagai pemberi hukuman bahkan merasakan ada perhatian terhadap dirinya untuk berperilaku baik dan terpuji serta dapat diterima di lingkungan atau kelompoknya.
6)      Hukuman dapat dipergunakan sebagai alat mengembangkan hati nurani anak, sehingga suatu saat anak dapat mengembangkan control dari dalam dirinya sendiri. Pada saat akan berbuat salah anak selalu ingat akan hukuman yang pernah diterima. Dan janjinya untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dikemudian hari. Cara demikian akan makin terpupuk apabila anak berusaha untuk berperilaku baik dan bercita-cita tinggi untuk mengurangi bahkan menghilangkan perilaku negatife yang tidak dapat diterima pada kelompoknya.
7)      Hukuman diberikan pada tempat dan waktu yang tepat,  sehingga anak tidak merasa malu terhadap teman atau kelompoknya. Oleh karena itu, hukuman jangan diberikan di muka umum, sebaiknya diberikan di tempat yang “aman”. Di samping tidak mempermalukan anak terhadap orang lain, anak akan lebih dapat meresapkan nasihat atau pengarahan dari orang tua atau gurunya.


B.           PERKEMBANGAN MORAL DAN SIKAP
1.        Proses pembentukan perilaku moral dan sikap:
a.         Imitasi (Imitation)
Imitasi berarti peniruan sikap, cara pandang serta tingkah laku orang lain yang dilakukan secara sengaja oleh anak. Dengan demikian proses tindakan yang dilakukan berbeda dengan identifikasai yang berlangsung tanpa disadari oleh anak.
Pada umumnya anak mulai mengadakan imitasi atau peniruan sejak usia 3 tahun, yaitu meniru perilaku orang lain yang aada disekitarnya. Anak perempuan meniru perilaku ibu, kakak perempuan dan orang lain dirumah, demikian pula anak laki-laki suka meniru perilaku ayah, kakak atau tetangganya yang sering dijumpai disekitarnya. Sering kali anak tidak hanya meniru perilaku misalnya gerak tubuh rasa senang atau tidak senang, sikap orang tua terhadap agama, politik,hobi,dll.
Menurut hasil penelitian psikoligi berdasarkan tes psikologi yang diberikan pada anak, dinyatakan bahwa secara nyata anak yang menolak orang tuanya memang tidak meniru pereilaku orang tuanya akan tetapi dengan tanpa disadari anak meniru sikap orang tuanya yang dapat mempengaruhi perilaku anak tersebut.
 
b.         Internalisasi
Internalisasi adalah suatu proses yang merasuk pada diri seseorang(anak) karena pengaruh sosial yang paling mendalam dan paling langgeng dalam kehidupan orang tersebut. Suatu nilai, norma atau sikap semacam itu selalu dianggap benar. Begitu nilai, norma atau nilai tersebut terinternalisasi pada diri anak sukar dirubah dan menetap dalam waktu yang cukup lama.
Dalam internalisasi tersebut factor yang paling penting adalah adanya keyakinan dan kepercayaan pada diri individu atau anak tersebut terhadap pandangan atau nilai tertentu dari orang lain, orang tua, kakak, atau kelompok lain dalam pergaulan sehari-hari.

c.         Introvert dan Ekstrovert
Introvert adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya, minat, sikap atau keputusan-keputusan yang diambil selalu berdasarkan pada perasaan, pemikiran, dan pengalamannya sendiri. Orang-orang yang berkecenderungan introvert biasanya bersifat pendiam dan kurang bergaul bahkan seakan-akan tidak memerlukan bantuan orang lain, karena kebutuhannya dapat dipenuhi sendiri.
Sedangkan ekstrovert adalah kecenderungan seseorang untuk mengarahkan perhatian keluar dirinya, sehingga segala minat, sikap dan keputusan-keputusan yang diambil lebih banyak ditentukan oleh orang lain atau berbagai peristiwa yang terjadi di luar dirinya. Orang yang memiliki kecenderungan ekstrovert biasanya mudah bergaul, ramah, aktif, banyak berinisiatif serta banyak teman.

d.         Kemandirian
Kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain baik dalam bentuk material maupun moral. Sedangkan pada anak, pengertian atau istilah kemandirian sering kali dikaitkan dengan kemampuan anak untuk melakukan segala sesuatu berdasarkan kekuatan sendiri tanpa bantuan orang dewasa.
Pada umumnya kemandirian tidak hanya dikaitkan dengan tindakan atau perbuatan yang bersifat fisik, akan tetapi juga berkaitan dengan sikap psikologis.
Dasar kemandirian adalah adanya rasa percaya diri seseorang untuk menghadapi sesuatu dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pada anak rasa percaya diri ini selalu berkembang sesuai dengan bertambahnya usia dan pengalaman serta bimbingan dari orang dewasa. Segala perilaku anak atau sikap positif dalam menghadapi sesuatu biasanya timbul mulai saat berpisah dengan orang dewasa, ingin mengetahui sesuatu, dan tumbuhnya rasa kesadaran pada dirinya bahwa dia harus berbuat sesuatu tanpa tergantung pada orang lain.

e.         Ketergantungan
Anak-anak usia 6-12 tahun, karena kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada orang tua atau orang dewasa lain, terutama yang masih ada hubungan keluarga. Akan tetapi karena bertambahnya usia dan perkembangan jasmani dan rohaninya, ketergantungan tersebut makin berkurang, dan timbullah rasa ingin mandiri. Rasa mandiri tersebut terus berkembang secara wajar, kecuali bagi anak yang mengalami hambatan fisik atau mental yang dapat menyebabkan anak tersebut terbelakang.
Ketergantungan atau overdependency  tersebut ditandai dengan perilaku anak yang bersifat “kekanak-kanakan”, perilakunya tidak sesuai dengan anak lain yang sebaya usianya. Dengan kata lain anak tersebut memiliki ketidakmandirian, yang mencakup fisik atau mental dan perilakunya berlainan dangan anak “normal”.

f.           Bakat
Bakat atau aptitude merupakan potensi dalam diri seseorang yang dengan adanya rangsangan tertentu memungkinkan orang tersebut dapat mencapai suatu tingkat kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus yang sering kali malebihi orang lain.
Pada umumnya orang yang memiliki bakat khusus tersebut dengan berlatih secara sederhana yang sama tingkatnya dengan orang lain, dia dapat lebih cepat dari pada orang yang tidak memiliki bakat tersebut.
Bakat juga terdapat semenjak masa kanak-kanak. Aktivitas anak sudah dapat mencerminkan bakat tertentu. Menurut ilmu pengetahuan, terdapat dua jenis bakat yang dimiliki dan dapat dikembangkan yaitu:
1)   Bakat yang berhubungan dengan kemahiran atau kemampuan mengenai suatu bidang pekerjaan khusus. Contoh: orang yang berbakat dagang, menulis atau menyusun karangan dan sebagainya. Bakat semacam ini disebut juga vocational aptitude.
2)   Bakat yang diperlukan untuk berhasil dalam tipe pendidikan tertentu atau pendidikan khusus. Misalnya bakat melihat ruang (dimensi) yang diperlukan oleh seorang arsitek. Bakat semacam ini disebut juga dengan scholastic aptitude.
Bakat bukanlah suatu trail, melainkan merupakan suatu kelompok sifat yang membentuk kemampuan khusus. Kelompok sifat-sifat tertentu membentuk kemampuan-kemampuan yang berjenjang sesuai dengan kekuatan kepekaannya.
Sekolah harus selalu berusaha mengembangkan bakat yang terdapat pada anak didik. Terdapat berbagai cara atau metode untuk dapat mengembangkan bakat anak tersebut, antara lain:
1)   Memperkaya anak dengan berbagai macam pengalaman, dan selanjutnya memperdalam pengalaman tersebut sesuai dengan kemampuannya.
2)   Mendorong (encourage) dan merangsang anak untuk mengembangkan semua minatnya.
3)   Memberikan ganjaran dan pujian terhadap hasil usaha anak agar anak merasakan mendapat perhatian atas hasil karyanya.
4)   Menyediakan sarana dan prasarana yang cukup agar bakat anak dapat diaktualisasikan.
5)   Apabila orang tua belum mengetahui bakat anak yang sesungguhnya, terlebih dahulu kepada anak dipilihkan bidang yang bersifat umum, selanjutnya setingkat demi setingkat diarahkan kepada suatu bakat khusus.
Terdapat tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi tampilnya bakat anak, yaitu:
1)            Faktor motivasi
Faktor motivasi sangat berhubungan dengan daya juang anak untuk mencapai suatu sasaran tertentu. Apabila orang tua atau guru kurang memberikan motivasi kepada anak, perkembangan bakat anak tidak dapat lancar, bahkan mungkin tidak akan tampil sebagaimana mestinya.

2)            Faktor nilai atau value
Faktor ini berkaitan dengan bagaimana seseorang member arti terhadap hasil pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya.

3)            Konsep diri
Anak yang memiliki konsep diri positif selalu berusaha berinteraksi secara timbal balik dengan sukses yang merupakan aktualisasi bakatnya. Anak yang memiliki konsep diri yang positif tersebut selalu merasa yakin atas suatu yang sedang dikerjakannya.